Makalah
Mata kuliah Sastra Daerah
Tradisi Lisan Gorontalo
(Tujaqi)
OLeh
Kelompok I
ROSINA
NITA PONEO
MUHIB
WINDA RAHMAN
JURUSAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS
NEGERI GORONTALO
2013
DAFTAR
ISI
Hal.
KATA PENAGNTAR.............................................................................................
i
DAFTAR
ISI...........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN......................................................................................
1
1.1.Latar belakang..............................................................................................
1
1.2.Rumusan masalah.........................................................................................
2
1.3.Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN........................................................................................
3
2.1.Hakikat Tujaqi...........................................................................................
3
2.2.Dasar Pelaksanaan
Tujaqi..........................................................................
5
2.3.Waktu
Pelasanaan Tujaqi...........................................................................
5
2.4.Tempat
Pelaksanaan Tujaqi.......................................................................
6
2.5.Pelaksana Sastra
Lisan Tujaqi....................................................................
7
2.6.Prosesi
Pelaksanaan Tujaqi........................................................................
8
BAB III : PENUTUP...........................................................................................
12
3.1.Kesimpulan..................................................................................................
12
3.2.Saran ........................................................................................................... 15
DAFTAR
RUJUKAN ........................................................................................... 16
DAFTAR
INFORMAN..........................................................................................
17
LAMPIRAN...........................................................................................................
18
DOKUMENTASI...................................................................................................
28
DAFTAR
WAWANCARA....................................................................................
30
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kami
haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nyalah, makalah Sastra Daerah ini dapat kami selesaikan.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini,
yang tentunya masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kami mohon maaf atas
segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi segenap pembaca, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk
kemajuan ilmu .
Demikian kata pengantar ini, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan dan kami
ucapkan banyak terimakasih.
Wallaikumsalam.
Wr. Wb.
Gorontalo, 12
November 2013
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Adat istiadat adalah
suatu kompleks norma-norma yang di anut oleh individu-individu dan dijunjung
tinggi dalam kehidupan. Adat istiadat Gorontalo yang menunjang pembangunan,
perlu dipertahankan dan diteruskan kepada generasi mudah. Faktor yang mendukung
perlunya pelestarian itu antara lain dari segi besarnya penduduk. Pengaruh adat
yang kuat dalam perilaku kehidupan, sebab berlaku prinsip “adat bersendi
syarak, syarak bersendi kitabullah”. Antara agama dan kebudayaan di dalam
masyarakat Gorontalo, mempuyai hubungan erat. Dikatakan bahwa sastra merupakan
pengiring dalam upacara-upacara adat dalam kebudayaan di suatu daerah dengan
masyarakat sebagai pelaku sekaligus penikmat. Tak heran jika banyak bermunculan
penelitian mengenai kebudayaan maupun sastra itu sendiri. Penelitian tentang
sastra memang cukup menarik, Karena selain menyenangkan kita dapat memperoleh
informasi ataupun pengetahuan baru yang belum pernah diketahui sebelumnya. Banyak
pengaruh agama terhadap budaya Gorontalo, sebaliknya banyak pula butir-butir
ajaran agama yang diberlakukan menjadi budaya masyarakat Gorontalo.
Sejak dulu, daerah Gorontalo dikenal dengan salah satu daerah
budaya di Indonesia. Di Gorontalo terdapat banyak ragam sastra lisan. Namun
dalam penelitian sementara, menyebutkan terdapat 15 ragam sastra lisan
Gorontalo yaitu Tujaqi, Palebohu, Tinilo, Mala-mala, leningo, Taleningo,
Bungga, Tahuli, Lumadu, Lohidu, Pantungi, Pa’iya lohungo lopoli, piilu,
wungguli dan tanggomo. Ke-15 ragam sastra lisan Gorontalo di atas memiliki
fungsi serta pengaruh terhadap pandangan hidup masyarakat Gorontalo. Selain itu
beberapa diantara sastra lisan di atas sering digunakan dalam setiap upacara
adat dalam prosesi penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman. Misalnya,
sastra lisan tujaqi. Tujaqi adalah sajak (puisi) dalam bahasa Gorontalo yang
berisi harapan dan nasihat. Tujaqi digunakan untuk mengiringi upacara
penyambutan, penobatan, pernikahan dan pemakaman. Tujai diucapkan oleh tokoh
adat yang di juluki Utoliya. Tujai di laksanakan untuk memberikan
nasihat-nasihat dalam berupa sajak (puisi) yang menggunakan bahasa daerah
Gorontalo. Dalam setiap upacara penobatan, pernikahan, penyambutan, serta
pemakaman memiliki pesan/makna yang berbeda-beda namun tujuannya sama. Menurut
farha (2006:15) mengatakan Tujai merupakan puisi (pujian atau penghargaan).
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang diatas penulis dapat mengambil permasalahan sebagai berikut
1. Apa
pengertian tujaqi ?
2. Mengapa
tujaqi dilaksanakan ?
3. Kapan
tujaqi dilaksanakan ?
4. Dimana
tempat pelaksanaan tujaqi ?
5. Siapa
yang biasa melafalkan tujaqi ?
6. Bagaimana
prosesi pelaksanaan tujaqi ?
1.3 Tujuan penulisan
Berdasarkan uraian
rumusan masalah di atas, tujuan yang
dicapai dalam penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mendeskripsikan hakikat tujaqi
2. Untuk
mendeskripsikan dasar pelaksanaan tujaqi
3. Untuk
mendeskripsikan waktu pelaksanaan tujaqi
4. Untuk
mendeskripsikan tempat pelaksanaan tujai
5. Untuk
mendeskripsikan siapa yang biasa melafalkan tujaqi
6. Untuk
mendeskripsikan prosesi pelaksanaan tujaqi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat Sastra Lisan Tujaqi
Berdasarkan letak dan kedudukannya,
sastra dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu sastra dunia, sastra
nasional dan sastra daerah. Sastra daerah adalah genre sastra yang ditulis
dalam bahasa daerah yang bertema universal (Zaidan, dkk, 2000:181). Salah satu
ragam sastra yang tersebar luas dan dimiliki oleh hampir setiap daerah di
dunia. Setiap daerah di Indonesia yang mempuyai khazanah kebudayaan daerah
sendiri dengan ciri keragaman bahasanya, mempunyai ragam sastra daerah sendiri
pula. Sebagai contoh, daerah Gorontalo yang memiliki khazanah budayah daerah
sendiri dengan bahasa Gorontalonya, memiliki sedikitnya 15 jenis sastra daerah.
Dari 15 ragam itu dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
ü Sastra
lisan daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara adat yang terdiri dari
a) Tujaqi
b) Palebohu
c) Tinilo
d) Mala-mala
ü Sastra
lisan daerah yang berhubungan dengan filosofis pandangan hidup yang terdiri
dari
a) Leningo
b) Taleningo
c) Bungga
d) Lumadu
ü Sastra
lisan daerah yang berhubungan dengan pergaulan muda-mudi
a) Lohidu
b) Pantungi
c) Pa
‘ia lo hungo lo poli
d) Pantungi
ü Sastra
lisan daerah yang berhubungan dengan pendeskripsian
a) Piilu
b) Tanggomo
c) Wungguli
Sedangakan Didipu (Sastra Daerah, 2013:37) ada empat
aspek adat daerah Gorontalo (tujai), yaitu:
1. Penyambutan
2. Penobatan
3. Perkawinan
4. Pemakaman
Adat perkawinan
Gorontalo merupakan sebagian dari hukum adat secara keseluruhan yang
berlandaskan pedoman sebagai berikut: ADATI
BERSENDIKAN SYARAK, SYARAK BERSENDIKAN KITABULLAH, dengan kata lain adat
Gorontalo dibalut dengan agama bersendikan Kitabullah (Quran) atau berlandaskan
Islam. Dilihat dari segi keluarga perkawinan bukan semata-mata urusan pribadi
kedua mempelai, tapi adalah tanggung jawab dari keluarga.
Masyarakat suwawa merupakan salah satu
kelompok guyur tutur atau kelompok etnis yang berasal dari daerah bagian Timur
Provinsi Gorontalo. Daerah dan mesyarakat suwawa merupakan tiyombu (leluhur). Dikatakan
demikian, karena daerah dan masyarakatnya merupakan (1) asal mulanya nenek
moyang Gorontalo, (2), Asal muasalnya terbentuk daerah Kerajaan yang ada di Gorontalo,
(3) Asal muasalnya pejuang nasional, (4) Asal muasalnya berkembangnya budaya
dan tata istiadat yang ada di Gorontalo. Salah satu budaya dan adat istiadat
yang masih tetap eksis sampai dengan saat ini adalah penuturan tujaqi pada prosesi adat. Dari sekian prosesi
adat tersebut, prosesi adat yang dilembagakan yang lebih banyak diiringi dengan
lantunan tujaqi, Proses adat yang dilembagakan meliputi penyambutan, penobatan,
pemakaman, dan perkawinan. Tujaqi pada prosesi adat tersebut pada hakikatnya
merepresentasikan realita peristiwa sejarah para leluhur.
Menurut Bapak Husain
(2013), Tujaqi adalah kata-kata arif pujaan dan penghormatan peradatan tersusun
dalam bentuk puisi sedangkan Abdussamad (1985:141) menyebut tujaqi adalah sajak
dalam bahasa Gorontalo yang berisi harapan dan nasihat. Lain dengan yang
dikatakan oleh Umar (2011:4) bahwa tujaqi adalah salah satu wacana budaya
masyarakat yang mereprentasikan ideologi budaya, baik melalui untaian
kata-katanya, tata cara penuturannya, personil aktornya, tugas dan posisi
aktornya, tindakan aktornya, serta simbol adat yang menyertainya, baik pada
tahap motobalango, tahap momanato, maupun tahap moponikah. Dan dapat disimpulkan bahwa tujai adalah kata-kata
arif pujian dan penghormatan dalam bentuk puisi (sajak) dalam bahasa Gorontalo
yang berisi harapan dan nasihat.
2.2
Dasar
Pelaksanaan Tujaqi
Adat Gorontalo yang
sama juga dengan adat daerah lain di Indonesia mempuayai landasan. Landasan itu
terdapat dalam idiom “adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah”.
Dengan kata lain adat Gorontalo bersendikan Kitabullah (Qur’an). Dengan jelas
sini bahwa adat Gorontalo berdasarkan Agama Islam. Itulah sebabnya pada urusan
perkawinan, penobatan, penyambutan, dan pemakaman islam tetap mewarnai setiap
gerak maupun pengambilan keputusan.
Tujaqi biasanya
dilafalkan ketika peminangan atau ketika melaksanakan urutan perkawinan pada
hari nikah, penobatan, penyambutan, dan pemakaman. Tujaqi sebagai wacana adat
istiadat memiliki kekuatan hukum. Itulah sebabnya tidak boleh diubah atau
dihilangkan. Tujaqi sudah diwariskan oleh para leluhur secara turun temurun
tidak boleh diubah atau dilanggar. Mengubah atau melanggarnya berarti
malapetaka secara langsung maupun tidak langsung. Tujaqi sudah menjadi adat
istidat yang secara turun temurun menjadi pelengkap serta pendukung dalam
melaksanakan perkawinan pada hari nikah, penobatan, penyambutan, dan pemakaman.
Disebut pelengkap dan pendukung karena adat di pengaruhi oleh keislaman
sehingga kedudukannya lebih sempurna.
Peradatan didasarkan
pada: (1) sistim peradatan yang telah turun-temurun sejak dari dulu sampai sekarang
(2) adanya penyusunan dengan hukum-hukum ajaran agama Islam.
2.3 Waktu pelaksanaan Tujaqi
Penobatan dalam
pelantikan kenegaraan dilaksanakan tidak bersamaan dengan pohutu momulanga
(pelaksanaan penobatan) kecuali adat keputusan dan musyawarah dari pemangkun
adat maka pulangga akan dilaksanakan walau itu tidak ada dalam adat karena ini
dianggap sebagai kebijaksanaan dan juga sebagai dorongan kepada taa tombuluwa untuk
bekerja keras. Pelaksanaan kedua pohutu itu tidak pada waktu yang sama, karena
setelah diadakan penobatan, taa tombuluwa perlu diteliti apakah yang
bersangkutan berhak diberikan pulanga atau tidak. Yang bersangkutan perlu
diadakan tiliqi/ilalo (penilaian). Tiliqi/ilalo memerlukan waktu pemrosesan.
Menurut pemangku adat tiliqi dilakukan selama tiga bulan. Dengan begitu apakah
yang bersangkutan akan diberikan pulanga. Waktu untuk penyambutan biasanya
tergantung pada tamu yang di undang atau tamu yang datang. Secara tidak
langsung bahwa waktu penyambutan tidak ditentukan kapan untuk dilaksanakan.
Begitu juga dengan pernikahan serta pemakaman,
waktu untuk pelaksanaannya tidak ditentukan karena kapan saja
dilaksanakan. Namun, biasanya pada pelaksanaan pernikahan itu lebih banyak di
bulan Sya’ban, bulan Safar, dan bulan Haji karena pada bulan tersebut baik
untuk melaksanakan pernikahan.
2.4 Tempat Pelaksana Tujaqi
a) Tempat
pelaksanaan tujaqi penyambutan
1. Tamu
disambut pada saat memasuki wilayah Gorontalo. Apabila tamu melalui laut
disambut di pelabuhan, apabila tamu melalui darat disambut diperbatasan, dan
apabila melalui udara disambut di lapangan terbang.
2. Olongia,
Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan dinobatkan disambut mulai dari rumah
kediamannya
3. Olongia,
Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan mengadakan perjalanan atau pemeriksaan wilayah
disambut disetiap perbatasan wilayah
4. Olongia,
Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan pergi ke ke tempat shalat atau ke tempat
upacara hari-hari besar Islam disambut mulai dari Yilandia (istana).
b) Tempat
pelaksanaan tujaqi pernikahan
1. Di
rumah mempelai perempuan, seluruh acara pernikahan dilaksanakan dirumah
mempelai perempuan dan kalau acara resepsinya di gedung.
2. Di
mesjid, ada juga yang melaksanakan pernikahannya di mesjid tetapi acara
peminangannya dilaksanakan di rumah mempelai perempuan
c. Tempat
pelaksanaan tujaqi penobatan
Yang
berhak memilih dan mengangkat Olongiya jogugu/wulea lo lipu dahulu ialah
wakil-wakil rakyat yang tergabung dalam Bantayo yang diketuai Baate. Istilah
bantayo poboqide berasal dari bandayo (gedung) dan boqidu, mobocide
(berbicara). Bantayo poboqide merupakan tempat berbicara. Ada dua jenis bantayo
poboqide :
a. Bantayo
poboqide loqu lipu (kerajaan) dan
b. Bantayo
poboqide lo linula (negeri)
Tugas utama dari
bantayo poboqide ialah menetapkan wuqudu (adat) dan bubalata atau butoqo
(hukum, aturan). Disamping bantayo poboqide sebagai tempat pelaksanaan
penobatan Yiladia juga dapat dijadikan salah satu tempat dilaksanaannya
penobatan. Yiladia berfungsi bukan saja sebagai tempat tinggal adat (rumah
dinas) tetapi yiladiya juga memiliki fungsi sama dengan bantayo poboqidi.
d. Tepat
pelaksanaan tujaqi pemakaman
1. Kuburan
2. Di
rumah kediaman jenazah,
3. Di
mesjid, Jenazah biasanya di mandikan atau di shalatka di mesjid
2.5 . Pelaksana Sastra Lisan Tujaqi
Dalam penobatan yang
melafalkan tujaqi berganti-ganti untuk mengucapkan tujaqi. Untuk itu
dikemukakan ada 10 orang yang melafalkan tujaqi, yaitu:
1. Wopato
teeto (4 orang dari Gorontalo)
2. Wopato
teeya (4 orang dari Limboti)
3. Wuqu
lo Suwawa
4. Baate
lo Bulago
Wopato teeto dan wopato
teeya masing-masing (Gorontalo-Limboto)
ialah
a. Wulea
lo lipu Hulontalo (Bilinggata)
b. Baate
c. Wali-wali
mowali
d. Apitalau
Dalam penobatan yang melafalkan tujaqi
adalah Wuqu (Suwawa) dan Baate (Gorontalo) namun diwilayah Gorontalo (Kotamadya
Gorontalo), Bulango (Tapa), dan di Atinggola kedua panggilan itu (Baate dan
Wuqu) dipergunakan sama. Dalam pemakaman
yang melafalkan tujaqi adalah Baate (Wuqu). Sedangkan yang melafalkan tujai
pada prosesi penyambutan adalah Baate (Tunggulo dan Tuntungio), Kimalaha
(Dunito), kimalaha (Botu). Dalam pernikahan yang melafalkan tujaqi yaitu:
a.
Baate : Tujaqi dalam bentuk tanya jawab
antara baate penuntun pengantin putera dengan baate pemutun pengantin puteri
pada saat pengantin putrea memasuki kamar pengantin puteri.
b.
Utoliya : Utoliya poniqo membawa amanah
dari orang tua dan keluarga pihak calon mempelai laki-laki sedangkan utiliya
wolato berkedudukan sebagai wakil orang tua dan keluarga pihak calon mempelai
perempuan untuk mendengar, menelaah, dan memutuskan diterima tidaknya amanah
yang dibawah oleh utoliya poniqo.
2.6.
Prosesi Pelaksanaan Tujaqi
Tujaqi dikatakan sebagai wacana lirik karena selain
disampaikan dalam kalimat pendek (frasa atau klausa), juga dapat diceritakan
dan dilagukan dengan iringan musik dan mengutamakan aspek-aspek emosi, suasana
hati, dan imajinasi.
1). Prosesi tujaqi
dalam pernikahan
a) Urutan
dalam tujaqi pada tahap motolobalago, yaitu
1. Menyapa
uadiens
2. Menghormati
pimpinan
3. Memaklumkan
4. Memohon
maaf
5. Meminta
izin untu memulai pembicaraan
6. Mengagungkan
Allah SWT
7. Menghaturkan
salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
8. Mengecek
kehadiran audiens
9. Memperjelas
juru bicara dari pihak perempuan
10. Menyerahkan
dan menerima simbol adat
b) Urutan
prosesi perkawinan
1. Mongilalo
2. Mohabari
3. Tahap
momatata u piloqotaawa
4. Acara
Motobalango
5. Tahap
mongaqata dalalo
6. Tahap
molenilo
7. Tahap
momuqo ngango
8. Persiapan
pengantin perempuan
9. Tahap
modepitaa maharu
10. Tahap
modepita dilonggato
11. Kegiatan
membangun sabua/bangunan tambahan
12. Kegiatan
mengundang
13. Kegiatan
mempertunangkan
c)
Tahapan dalam prosesi penggunaan tujai
atau lenggota lo tujai
1.
Mopolengge (mempersilahkan bersidiri)
2.
Mopodiyambango (mempersilahkan berjalan)
3.
Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari
kamar)
4.
Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari
ruangan)
5.
Moponthalengo (mempersilahkan
melangkah)
6.
Mopolahu (mempersilahkan turun dari
tangga adat)
7.
Moponthalengo (mempersilahkan berjalan
lanjutan)
8.
Mopota’e to’u ta’eya (mempersilahkan
naik dari kendaraan)
9.
Mopolahu to’u ta’eya (mempersilahkan
turun dari kendaraan)
10.
Mopotupalo (mempersilahkan masuk pada
gapura)
11.
Mopobotulo (mempersilahkan naik)
12.
Mopotuwoto (mempersilahkan masuk)
13. Mopohulo’o
(mempersilahkan duduk)
2)
prosesi tujaqi dalam penyambutan
Aspek adat penyambutan merupakan salah
satu peradatan yang terdapat dalam budaya masyarakat Gorontalo. Secara umum
hakikat upacara penyambutan secara dat adalah salah satu aspek dari
implementasi kemanusiaan yang beradab.
1) Penyambutan
tamu dari dari luar, yaitu:
a. Mopotupalo
b. Mopobotulo
c. Mopohuloqo
d. Mopeelu
e. Moduqa
f. Mongabi
2) Penyambutan
Olongia, Huhuhu, dan Wulea lo Lipu yang akan dinobatkan penyambutannya, yaitu:
a. Mopotupalo
b. Mopodiambango
c. Mopobotulo
d. Mopotuwoto
e. Mopohuloqo
f. Mopotilolo
g. Mopeelu
h. Moduqa
dan mengabi, untuk acara moduqa digabung dengan mengabi, sebab acara itu
dikhususukan bagi yang beragama Islam
3) Prosesi
pelaksanaan tujai pada penobatan
a.
Aadati polidungu
b.
Aadti loqu lipu (dudelo dan tilolo)
c.
Aadati yiqulumo
d.
Mopotihulo (pada Mopotihulo Baate
membacakan tujaqi )
e.
Mopotuwalo (Baate membacakan tujaqi)
f.
Mopodiambango (Baate membacakan tujaqi)
g.
Mopohuloqo (Baate membacakan tujaqi)
h.
Momulanga (Baate membacakan tujaqi)
i.
Molahuli (pesan/mengingatkan)
j.
Mongunti (penutup)
k.
Modunga (berdoa)
l.
Mongabi (Baate membacakan tujaqi)
4)
Prosesi pelaksanaan tujai pada pemakaman
a.
Pada saat memandikan jenazah, yaitu
petugas masuk ke kamar jenazah di hantar
b.
Pasa saat berada di kamar jenazah
c.
Acara penyiraman jenazah dengan air
tapis dari tujuh buah perian (bambu kuning)
d.
Siraman 3 macam air berwarna
e.
Pada saat jenazah diangkat dari
permandian ke usungan
f.
Dari serambi ke tangga
g.
Ketika menuruni tangga
h.
Dari halaman keusungan
i.
Acara molalungo (mengangkat jenazah)
j.
Acara jenazah dikeluarkan dari usungan
menuju liang lahat
k.
Acara menyiramkan air dari toples ke
atas kuburan
l.
Acara pengucapan gara’I (gelar adat)
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut
ü Tujai adalah kata-kata
arif pujian dan penghormatan dalam bentuk puisi (sajak) dalam bahasa Gorontalo
yang berisi harapan dan nasihat.
ü Dasar pelaksanaan tujaqi ialah Tujaqi
sudah diwariskan oleh para leluhur secara turun temurun tidak boleh diubah atau
dilanggar. Mengubah atau melanggarnya berarti malapetaka secara langsung maupun
tidak langsung. Tujaqi sudah menjadi adat istidat yang secara turun temurun
menjadi pelengkap serta pendukung dalam melaksanakan perkawinan pada hari
nikah, penobatan, penyambutan, dan pemakaman. Disebut pelengkap dan pendukung
karena adat di pengaruhi oleh keislaman sehingga kedudukannya lebih sempurna.
ü Penobatan
dalam pelantikan kenegaraan dilaksanakan tidak bersamaan dengan pohutu
momulanga (pelaksanaan penobatan) kecuali adat keputusan dan musyawarah dari
pemangkun adat maka pulangga akan dilaksanakan walau itu tidak ada dalam adat
karena ini dianggap sebagai kebijaksanaan dan juga sebagai dorongan kepada taa
tombuluwa untuk bekerja keras. Penobatan Tiliqi/ilalo memerlukan waktu
pemrosesan. Menurut pemangku adat tiliqi dilakukan selama tiga bulan. Dengan
begitu apakah yang bersangkutan akan diberikan pulanga. Secara tidak langsung
bahwa waktu penyambutan tidak ditentukan kapan untuk dilaksanakan. Begitu juga
dengan pernikahan serta pemakaman, waktu
untuk pelaksanaannya tidak ditentukan karena kapan saja dilaksanakan. Namun,
biasanya pada pelaksanaan pernikahan itu lebih banyak di bulan Sya’ban, bulan
Safar, dan bulan Haji karena pada bulan tersebut baik untuk melaksanakan
pernikahan.
ü Tempat
tujaqi penyambutan tamu disambut pada saat
a.
memasuki wilayah Gorontalo. Apabila tamu
melalui laut disambut di pelabuhan, apabila tamu melalui darat disambut
diperbatasan, dan apabila melalui udara disambut di lapangan terbang.
b.
Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan
dinobatkan disambut mulai dari rumah kediamannya
c.
Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan
mengadakan perjalanan atau pemeriksaan wilayah disambut disetiap perbatasan
wilayah
d.
Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan
pergi ke ke tempat shalat atau ke tempat upacara hari-hari besar Islam disambut
mulai dari Yilandia (istana).
ü Dan
tempat tujaqi pernikahan di rumah dan di mesjid, tempat tujaqi penobatan di
istana dan kerajaan sedangkan tempat tujaqi pemakaman di rumah kediaman
jenazah, mesjid, dan di perkuburan.
ü Yag
melafalkan tujaqi pada penobatan, penyambutan, pernikahan dan pemakaman adalah
Baate dan Utoliya
ü Tahapan
dalam prosesi penggunaan tujai atau lenggota lo tujai
a. Mopolengge
(mempersilahkan bersidiri)
b. Mopodiyambango
(mempersilahkan berjalan)
c. Mopoluwalo
(mempersilahkan keluar dari kamar)
d. Mopoluwalo
(mempersilahkan keluar dari ruangan)
e. Moponthalengo
(mempersilahkan melangkah)
f. Mopolahu
(mempersilahkan turun dari tangga adat)
g. Moponthalengo
(mempersilahkan berjalan lanjutan)
h. Mopota’e
to’u ta’eya (mempersilahkan naik dari kendaraan)
i.
Mopolahu to’u ta’eya (mempersilahkan
turun dari kendaraan)
j.
Mopotupalo (mempersilahkan masuk pada
gapura)
k. Mopobotulo
(mempersilahkan naik)
l.
Mopotuwoto (mempersilahkan masuk)
m. Mopohulo’o
(mempersilahkan duduk)
ü Prosesi
pelaksanaan tujaqi pada penobatan
a. Aadati
polidungu
b. Aadti
loqu lipu (dudelo dan tilolo)
c. Aadati
yiqulumo
d. Mopotihulo
(pada Mopotihulo Baate membacakan tujaqi )
e. Mopotuwalo
(Baate membacakan tujaqi)
f. Mopodiambango
(Baate membacakan tujaqi)
g. Mopohuloqo
(Baate membacakan tujaqi)
h. Momulanga
(Baate membacakan tujaqi)
i.
Molahuli (pesan/mengingatkan)
j.
Mongunti (penutup)
k. Modunga
(berdoa)
l.
Mongabi (Baate membacakan tujaqi)
ü Prosesi
pelaksanaan tujai pada pemakaman
a. Pada
saat memandikan jenazah, yaitu petugas masuk ke kamar jenazah di hantar
b. Pasa
saat berada di kamar jenazah
c. Acara
penyiraman jenazah dengan air tapis dari tujuh buah perian (bambu kuning)
d. Siraman
3 macam air berwarna
e. Pada
saat jenazah diangkat dari permandian ke usungan
f. Dari
serambi ke tangga
g. Ketika
menuruni tangga
h. Dari
halaman keusungan
i.
Acara molalungo (mengangkat jenazah)
j.
Acara jenazah dikeluarkan dari usungan
menuju liang lahat
k. Acara
menyiramkan air dari toples ke atas kuburan
l.
Acara pengucapan gara’I (gelar adat)
ü Prosesi
penyambutan Olongia, Huhuhu, dan Wulea lo Lipu yang akan dinobatkan
penyambutannya, yaitu:
a.
Mopotupalo
b.
Mopodiambango
c.
Mopobotulo
d.
Mopotuwoto
e.
Mopohuloqo
f.
Mopotilolo
g.
Mopeelu
ü Moduqa
dan mengabi,
3.2 Saran
Berdasarkan uraian simpulan di atas penulis dapat
menyarankan bahwa,
Ø Kepada pihak pemerintah diharapkan perlu ada pengumpulan dan
pendokumentasian, baik dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk rekaman dan
model/contoh semua aspek budaya daerah Gorontalo yang dapat disimpan pada suatu
perpustakan atau musium daerah.
Ø Sebagai anggota masyarakat hendaknya dapat menjaga serta melesterikan
sastra lisan agar tidak akan punah.
Ø Sekolah hendaknya memberikan mata pelajaran sastra
daerah sehingga para siswa lebih mengetahui tentang budaya daerah Gorontalo
Ø Bagi seorang dosen di dalam Perguruan Tinggi keragaman
sastra lisan ini dapat mejadi objek kajian dalam suatu penelitian yang nantinya
akan menemukan teori yang dapat
digunakam dalam pembelajaran serta memberikan pengetahuannya kepada Mahasiswa
Ø Mahasiswa merupakan masyarakat ilmiah hendaknya harus
mampu meneliti, menelaah serta memahami sastra lisan Gorontalo.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussamad, K. 1985. Empat Aspek Adat Daerah Gorontalo.
Jakarta: P.T. Aksara Indira
Harapan
Didipu, Herman. 2013. Sastra Daerah (Konsep Dasar dan Ancangan Penelitian).
Yogyakarta: Deepublish
Jakul, Bokin Ismail. .Laporan Hasil Penelitian (Beberapa Aspek Adat Gorontalo).
Gorontalo: Keguruan Dan
Ilmu
Husain, Yamin. 2007. Makalah (Mengangkat Nilai Budaya Daerah Dalam Sastra Lisan Gorontalo).
Gorontalo: Dinas
Pariwisata Seni Dan Budaya
Daulima, Farha. 2006. Mengenal Sastra Lisan Daerah Gorontalo (1).
Limboto: Galeri Budaya Daerah MBU’I BUNGALE
Umar, Fatma AR. 2011. Ideologi tujaqi.
Gorontalo:
Ideas Publishing
DAFTAR INFORMAN
No
|
Nama Informan
|
Jenis Kelamin
|
Umur
|
Pendidikan
|
Pekerjaan
|
|
Formal
|
Kedudukan Dalam masyarakat/adat/agama
|
|||||
1.
|
Yamin Husain,SE
|
Laki-laki
|
65 th
|
Strata-1
|
Pensiunan
|
Ketua Dewan Adat Tapa Bulango
|
2.
|
Nasir Rahman
|
Laki-laki
|
43 Th
|
SD
|
Nelayan
|
Wuqu/Kades
|
3.
|
Hasdin Danial (pa kuni)
|
Laki-laki
|
50 th
|
SMA
|
PNS
|
Pemerhati Sastra
|
4.
|
Mais G. Hasan
|
Laki-laki
|
61
Th
|
SMP
|
Pensiunan
kades
|
Wuqu
|
5.
|
Sumukarsum Balango
|
Laki-laki
|
56 Th
|
SD
|
RT
|
Masyarakat
|
6.
|
Nurdin Hasan
|
Laki-laki
|
61 Th
|
SMP
|
Nelayan
|
Utoliya
|
7.
|
Noho Nusi Talodia
|
Laki-laki
|
Utoliya
|
LAMPIRAN
Naskah Tujaqi
Pernikahan
Contoh
Tujai lo lenggota/ puisi dalam tahapan pernikahan
Ø
Mopolengge (mempersilahkan berdiri)
Wombu
hulawa tuluwa tuluto
: cucunda emas nan murni
Bulewe
mombuto :
kembang sudah mekar
Ami
mongotiyombu tuluto :
kami para pemangku adat
Momudu’o
momuluto : menjemput dan mempersilahkan
Wonu towuli mohuto : apabila berkenan
Ayitayi
to eluto :
pegenglah pedangmu
Ø
Mopodiyambango (mempersilahkan berjalan)
Dahayi
umayango : hati-hati jangan
lengah
Ode
botu to payango :
laksana batu dalam peraduannya
Momulo lo bayango : tanamkanlah yang
bermanfaat
Molayowa modiyambango : silahkan melangkah dengan
santai
Ø
Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari
kamar)
Lengge polayi’opo : bergerak dan
berjalanlah
Lengge poluwalopo : bergeraklah untuk
keluar
Donggo motidu’oto : dengan penuh
kemantapan
Lumuntu
momolopoto : dengan
penuh kelembutan
To dungo humopoto : dengan segalah
keindahan hati
Ø
Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari
ruangan)
Wombu luwalo lomayi : cucunda keluarlah
Luwalayi todutulah : keluarlah melalui
jalur ini
Mbu’I wawu huhuntula : putra dan pengiringmu
Panggeta lalante bula : tirai telah
terungkap
Wali limato lo dula : turunan
bangasawan nan agung
Wombu li tolango hula : cucunda dari tolango
hula
Hulawa de tilihula : bagaikan
pancaran emas
Ø
Moponthalengo (mempersilahkan melangkah)
Wombu pulu to hunggiya : cucunda putera negeri
Malo to dula botiya : pada hari ini
Tombuluwo taa didiya : diacarakan dan
disanjung
Wahu maa
pilopohuliya : dan
akan diupacarakan
Lo adati lo hunggiya : dengan adat negeri
Lo uwito lo utiya : dengan
kebesaran di sana sini
Ø
Mopolahu (mempersilahkan turun dari tangga
adat)
Wombu luwalo lomayi : cucunda keluarlah
Wombu polengge lomayi : cucunda bangkitlah
Wahu luwalo lomayi : dan silahkan
keluarlah
Luwalayi lonto yiladiya : keluarlah dari istana
Wahu maa popohuliya : dan akan diupacarakan
Lo adati lo hunggiya : dengan adat
kebesaran negeri
To uyito utiya : berkaku
disana dan disini
To’u limo lo hunggiya : dilima kerajaan ini
Ø
Moponthalengo (mempersilahkan berjalan
lanjutan)
Ami tiyombu tiyamo : kami para pemangku
adat
Yilahe’ayi tiliyango : diundang menghadiri
Lo hilawo molango : dengan hati yang
tulus
Wolo akali mobango : dengan akal yang
sehat
Pilanggalo yilalamo : menyatu dan
terpadu
Lo adati timamango : dengan kebesaran
adat
Wu’udiyo motilango : dengan tata cara
adat yang gemilang
Molayowa modiyambango : silahkan melangkah dengan
tenang
Ø
Mopota’e to’u ta’eya (mempersilahkan
naik dari kendaraan)
Wombu payu bulayi : cucunda nan
diupacarakan
Wahu polengge lomayi : silahkan beranjak
Polengge lomayi odiya : beranjaklah kemari
Tu’udu bantha mulia : untuk cucunda nan
mulia
Ø
Mopolahu to’u ta’eya (mempersilahkan
turun dari kendaraan)
Pange wahu pange : kosongkanlah dan
kosongkanlah
Pang u oduta’a :
kosongkanlah tempat berpijak
Pange u oyihula :
kosongkanlah tempat turun
Dongo polo yumbula : lagi akan lewati
Mbu’I hulawa linggula : oleh pengantin mulia
Ø
Mopotupalo (mempersilahkan masuk pada
gapura)
Wombu tupalo lomayi : cucunda dipersilahkan
masuk
Tupalayi to dutula : masuklah lewat
jalan ini
Taluhu wawu buluwa : laksana air dalam
pipa
Malo yiliyatuwa : menyatu
dalam terpadu
Lotutayi to popalo : tanpa risau dan
ragu
Dilohe hinthalo : tanpa rasa
takut
Ode time ipitalo : laksana
bawaan yang dijinjing
Ode tomula popalo :
laksana bambu yang dipecahkan
Ode pini bubo’alo : laksana kapas
yang bersih
Ode hulawa putalo :
laksana emas yang murni
Ø
Mopobotulo (mempersilahkan naik)
Bantha payu bulayi : ananda bangsawan
murni
Wahu polengge lo mayi : silahkan beranjak kemari
Wahu layi’o mayi : silahkan naik
kemari
Layi’ayi de yiladiya : naiklah ke istana
Pu’ade ma sadiya : singgasana
tersedia
Tu’adu bantha muliya : wajar buat nanda
mulia
Bubato ma hihadiriya : pejabat telah hadir
semua
Ø
Mopotuwoto (mempersilahkan masuk)
Mbu’I payu bulayi : cucunda bangsawanmu
Onthade-nthade pomayi : perhatikanlah kemari
Onthade potuwotayi : masuklah dengan
hati-hati
Tuwotayi odiya : masuklah
kemari
Ode huwali lo humbuja : ke kamar pengantin
Mamohima mosadiya : akan menanti dan
sedia
Lomela tahulu tabiya : pembatalan air wudhu
Ø
Mopohulo’o (mempersilahkan duduk)
Pati hulawa asala : putera mulia
bangsawan
Didi lo hulu aradha : datangnya dari
pusat negeri
Tombuluwo lo madala : dimuliakan di negeri
adat
Taa pobadari to Allah : selaku pertanda
kekuasaan Allah
Pati hulawa lo hulu : putera bangsawan
turun temurun
Didi lo’u lontho hulu : datangnya dari negeri
hulu
U lipu u motombulu : pemangkau adat
yang melaksanakan
Po badari to rasuluh : pertanda syarat
Rasul
U lipu lo ngatulu : negeri adat
yang mengatur
Yilo du’a lo syukuru : berdoa dan bersyukur
Olayidu umuru : semoga
panjang umur
Lumene’u tumunthulu : hidup
sehat dan sejahtera
Toduwolo motihulo’a to
katulu : disilahkan duduk
pada kasur yang tersedia
Naskah
Tujaqi Pemakaman
Pada saat memandikan
jenazah yaitu petugas masuk ke kamar jenazah dihantar dengan tuja’i sebagai
berikut:
Monggumo
3x : tenang 3x
Baangi
wawu bangi : bukalah-dan
bukalah
Baangi
wawu hiyangi : bukalah dan
minggirlah
Baangi
ma’o dalalo : bukalah
jalan
Maa mota pomuhutalo : untuk acara memandikan (jenazah)
Acara
di dalam kamar jenazah:
Eyanggu 3x : tuanku 3x
Maa yilo dudula mayi : rombongan adat telah tiba
Maa yilo dulohupa mayi : telah selesai bermusyawarah
Mongo wutatonho eeya : saudara-saudara tuanku
Mongo tilantho eeya : para Ayahanda tuanku
Wolamiyatiya mongo ti
Yombunthu eya : bersama kami nenenda
tuanku
Teeto-teeya,
teeya-teeto : di sana-sini, di
sini-di sana
Maa molutula molalunga : datang mengantar dan memakamkan
tuanku
Lo itoeeya depitala
wu’udu : tuanku dimakamkan secara adat
Acara penyiraman
jenazah dengan air tapis dari tujuh buah perian (bambu kuning) dengan tuja’i
sebagai berikut:
·
Siraman pertama dari perian pertama oleh
baate:
Botiya taluhu wombuntho : inilah air Nenenda
Taluhu dipo lobuntho : air yang belum ternoda
(adat yang masih berlaku)
Tiya ma pomuhuto :sekarang akan
disiramkan
Taluhu lontho makah : air dari mekah (tanh suci)
Matilime to data : ditimba di negeri
Botiya ma upomata : sekarang akan disiram
Bilohi tau data : saksikan wahai
hadirin
Eeyanggu : paduka
tuanku
·
Siraman perian kedua:
Taa pulu lo hunggiya : paduka tuanku pimpinan
negeri
To’u wito to’u tiya : di sana dan di sini
Lo’u limo lo hunggiya : di lima kerajaan ini
Mato lo dula botiya : di negeri matahari ini
Longuli lo awali : kembali pada
awalnya
Eeyanggu : paduka
tuanku
·
Siraman ketiga:
Bo du’awo to Allah : Hanya doa kepada Allah
Wolo nabi mursala : dengan nabi bersyafaat
Baangi liya ma’o to
dala : diberikan jalan yang
terang
Ode otutuwewu lo Allah : kepada Allah yang satu (Esa)
Insya
Allah Eyanggu : insya
Allah tuanku (tuja’i berupa permohonan/harapan).
Siraman
perian keempat s/d ke tujuh diserahkan kepada ahli waris dengan doa tersendiri.
Yang bermakna permohonan doa kepada Allah oleh pegawai syarak agar jenazah yang
sementara dimandikan akan memperoleh magfirah Allah.
Dilanjutkan dengan siraman
tiga macam air (air berwarna coklat) merah darah bermakna menghapus amarah,
warna kuning bermakna menghapus kotoran yang bersumber dari kalbu,dan warna
putih bermakna pensucian dosa dan kesalahan dudahului serta mengandung
wangi-wagian untuk mengharumkan mayat dengan tujaqi sebagai berikut:
Taabiya boli taabiya : kesayangan dan disayang
Molayi’ayi to yiladiya : pembesar disinggasana
Piduduto banhta
ilohidiya : orang yang sangat berjasa
Aadati banhta ilohidiya : adat ananda tersayang
Ode ta piloniya : kembali ke dalam baja
·
Acara jenazah diangkat dari pemandian ke
usungan didahului dengan tujaqi sebagai berikut:
Wombu maa yilolola data : yang mulia telah meninggalkan negeri
Wawu tawu daata : dan seluruh masyarakat
Poolayi’olo mayi : silahkan menuju kemari
Ode huwa muliya : ke tempat yang mulia
Ode eeya muliya : ke Allah yang mulia
Ode eeya muliya : ke Allah yang mulia
·
Dari serambi menuju ketangga adat,
dihantarkan dengan tuja’i sebagai berikut:
Wombu mayi lola : yang mulia telah pergi
Wahu potihadiriya : dan kita yang hadir di sini
Hilawo malo sadiya : hati kami telah siap (ikhlas)
Ode eeya muliya : kepada Allah yang mulia
Eeyanggu : paduka tuanku
·
Ketika menuruni tangga, dihantar dengan
tuja’i sebagai berikut:
Mohile du’a to Allah : bermohon kepada Allah
Baangaliyo ma’o to dala : dibukakan jalan
Malo mo’opiyo masala : tiada lagi masalah
To lipu lo Allah : di negeri Allah
Eeyanggu : paduka tjuanku
·
Dari halaman keusungan dihantar dengan
tujaqi sebagai berikut:
Wombu mayilo lola : yang mulia telah pergi
Bisimilah huwata : denngan nama Allah
angkatlah
Bilohi tawu daata : disaksikan orang banyak
·
Acara molalungo (mengangkat jenazah),
dihantarkan dengan tujaqi sebagai berikut:
Timuhu bulotahulo : ditandai dengan
bunyi-bunyian
Taapulu molonthahulo : almarhum akan diusung
Pohima lo wu’udu lo : diupacarakan denngan adat
Tonelo wu’udulo : adat kebesaran negeri
Awati pilohuwata lo : kasihan kerabat yang
ditinggalkan
Eeyanggu : paduka tuanku
·
Acara jenazah dikeluarkan dari usungan
menuju liang lahat dihantar dengan tuja’i sebagai berikut:
Adati bodulohupa : dalam adat bermusyawarah
Tinggai pilohibuta : sama-sama berkabung
Bolo modudula : kita sama-sama
berkumpul
Tinggai matolodula : sama-sama di negeri matahari
Wafat Mate ngongowulula : wafat orang sebantal kekasih kita semua
Eeyanggu : paduka tuanku
·
Acara menyiramkan air dari toples ke atas
kuburan oleh habibi atau syarada’a dihantar dengan tuja’i sebagai berikut:
Utiya takuhu, taluhi
yombuntho : inilah air nenek moyang kita
taluhu butu li yombunhto : bersumber dari kakek nenek kita
deetiya ma pomuhuto : sekarang akan disiramkan
salawati de Rasulu : salawat kepada Rasul
ode Rabbur Gafar : kepada Allah maha pengampun
to tinelo kuburu : agar terang dalam kubur
tatapu uto nuru : tetap dalam cahaya
Ilahi
eeyanggu : paduka tuanku
·
Acara pengucapan gara’i (gelar adat)
sesuai kegiatannya yang berguna bagi orang banyak sebagai berikut:
Poti dungo-dungohe mota : dengarkanlah hai orang banyak
Taa daata (3x) : hai orang banyak
Maa iloheluma’o limongoli : telah disepakati pembesar negeri
Teeto teeya, teeya teeto : di sana di sini, di sini di sana
Tiyo Eeya ta longguli ma’o : paduka tuan telah almarhum
Gara’i liyo Eeya botiya : gelarnya almarhum ini.
Ta..................................3x
(sesuai gelar yang disepakati pada musyawarah adat)
Eeyanggu : paduka tuanku
Pemberian gelar pada jenazah
maksudnya bahwa jenazah tersebut telah meninggal dan beri gelar Almarhum.
DOKUMENTASI
Bpk.
Nasir Rahman (desa Bongo)
Bpk.Yamin
Husain,SE (Tapa)
Bpk.
Hasan danial (Kota Gorontalo)
Bpk.
Nurdin hasan (Dembe Lekobalo)
DAFTAR
PERTAYAAN
1) Desa
Keramat Kecamatan Tapa Kabupaten
Bonebolango (Sanggar Seni Bulango)
1. Apa
pengertian dari Tujaqi ?
2. Dimana
Tujaqi di gunakan ?
3. Siapa
yang membacakan Tujaqi ?
4. Mengapa
dalam penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman harus ada Tujaqi ?
5. Bagaimana
perkembangan tujaqi di kalangan masyarakat ?
2) Desa
bongo Kecamatan Batuda’a Kabupatan
1. Apa
pengertian dari tujaqi ?
2. Mengapa
tujaqi tidak di hilangkan saja ?
3. Mengapa
setiap upacara penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman harus
diiringi dengan tujaqi ?
4. Apakah
diwajibkan setiap acara penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman harus
diiringi dengan tujaqi ?
5. Setiap
acara penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman yang diiringi dengan
tujaqi. Apakah memiliki makna/pesan yang berbeda-beda ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar