Selasa, 19 November 2013

rosina bastrasia (tujaqi)














Makalah


Mata kuliah Sastra Daerah
Tradisi Lisan Gorontalo
(Tujaqi)
OLeh
Kelompok I
ROSINA
NITA PONEO
MUHIB
WINDA RAHMAN









JURUSAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS  NEGERI GORONTALO
2013

 












DAFTAR ISI


Hal.
KATA PENAGNTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I  PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1.Latar belakang.............................................................................................. 1
1.2.Rumusan masalah......................................................................................... 2
1.3.Tujuan ..........................................................................................................  2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
2.1.Hakikat Tujaqi........................................................................................... 3
2.2.Dasar Pelaksanaan Tujaqi.......................................................................... 5
2.3.Waktu Pelasanaan Tujaqi........................................................................... 5
2.4.Tempat Pelaksanaan Tujaqi....................................................................... 6
2.5.Pelaksana Sastra Lisan Tujaqi.................................................................... 7
2.6.Prosesi Pelaksanaan Tujaqi........................................................................ 8

BAB  III  : PENUTUP........................................................................................... 12
3.1.Kesimpulan.................................................................................................. 12
3.2.Saran ...........................................................................................................  15

DAFTAR RUJUKAN ...........................................................................................  16
DAFTAR INFORMAN.......................................................................................... 17
LAMPIRAN........................................................................................................... 18
DOKUMENTASI................................................................................................... 28
DAFTAR WAWANCARA.................................................................................... 30














        
KATA  PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nyalah, makalah Sastra Daerah ini dapat kami selesaikan. Kami selaku penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini, yang tentunya masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kami mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi segenap pembaca, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kemajuan ilmu .
Demikian kata pengantar ini, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan dan kami ucapkan banyak terimakasih.
Wallaikumsalam. Wr. Wb.





Gorontalo, 12 November 2013



Penyusun


















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Adat istiadat adalah suatu kompleks norma-norma yang di anut oleh individu-individu dan dijunjung tinggi dalam kehidupan. Adat istiadat Gorontalo yang menunjang pembangunan, perlu dipertahankan dan diteruskan kepada generasi mudah. Faktor yang mendukung perlunya pelestarian itu antara lain dari segi besarnya penduduk. Pengaruh adat yang kuat dalam perilaku kehidupan, sebab berlaku prinsip “adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”. Antara agama dan kebudayaan di dalam masyarakat Gorontalo, mempuyai hubungan erat. Dikatakan bahwa sastra merupakan pengiring dalam upacara-upacara adat dalam kebudayaan di suatu daerah dengan masyarakat sebagai pelaku sekaligus penikmat. Tak heran jika banyak bermunculan penelitian mengenai kebudayaan maupun sastra itu sendiri. Penelitian tentang sastra memang cukup menarik, Karena selain menyenangkan kita dapat memperoleh informasi ataupun pengetahuan baru yang belum pernah diketahui sebelumnya. Banyak pengaruh agama terhadap budaya Gorontalo, sebaliknya banyak pula butir-butir ajaran agama yang diberlakukan menjadi budaya masyarakat Gorontalo.
       Sejak dulu, daerah Gorontalo dikenal dengan salah satu daerah budaya di Indonesia. Di Gorontalo terdapat banyak ragam sastra lisan. Namun dalam penelitian sementara, menyebutkan terdapat 15 ragam sastra lisan Gorontalo yaitu Tujaqi, Palebohu, Tinilo, Mala-mala, leningo, Taleningo, Bungga, Tahuli, Lumadu, Lohidu, Pantungi, Pa’iya lohungo lopoli, piilu, wungguli dan tanggomo. Ke-15 ragam sastra lisan Gorontalo di atas memiliki fungsi serta pengaruh terhadap pandangan hidup masyarakat Gorontalo. Selain itu beberapa diantara sastra lisan di atas sering digunakan dalam setiap upacara adat dalam prosesi penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman. Misalnya, sastra lisan tujaqi. Tujaqi adalah sajak (puisi) dalam bahasa Gorontalo yang berisi harapan dan nasihat. Tujaqi digunakan untuk mengiringi upacara penyambutan, penobatan, pernikahan dan pemakaman. Tujai diucapkan oleh tokoh adat yang di juluki Utoliya. Tujai di laksanakan untuk memberikan nasihat-nasihat dalam berupa sajak (puisi) yang menggunakan bahasa daerah Gorontalo. Dalam setiap upacara penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman memiliki pesan/makna yang berbeda-beda namun tujuannya sama. Menurut farha (2006:15) mengatakan Tujai merupakan puisi (pujian atau penghargaan).
1.2  Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis dapat mengambil permasalahan sebagai berikut
1.      Apa pengertian  tujaqi ?
2.      Mengapa  tujaqi dilaksanakan ?
3.      Kapan tujaqi dilaksanakan ?
4.      Dimana tempat pelaksanaan tujaqi ?
5.      Siapa yang biasa melafalkan tujaqi ?
6.      Bagaimana prosesi pelaksanaan tujaqi ?        

1.3  Tujuan penulisan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, tujuan  yang dicapai dalam penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mendeskripsikan hakikat tujaqi
2.      Untuk mendeskripsikan dasar pelaksanaan tujaqi
3.      Untuk mendeskripsikan waktu pelaksanaan tujaqi
4.      Untuk mendeskripsikan tempat pelaksanaan tujai
5.      Untuk mendeskripsikan siapa yang biasa melafalkan tujaqi
6.      Untuk mendeskripsikan prosesi pelaksanaan tujaqi





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Sastra Lisan Tujaqi
Berdasarkan letak dan kedudukannya, sastra dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu sastra dunia, sastra nasional dan sastra daerah. Sastra daerah adalah genre sastra yang ditulis dalam bahasa daerah yang bertema universal (Zaidan, dkk, 2000:181). Salah satu ragam sastra yang tersebar luas dan dimiliki oleh hampir setiap daerah di dunia. Setiap daerah di Indonesia yang mempuyai khazanah kebudayaan daerah sendiri dengan ciri keragaman bahasanya, mempunyai ragam sastra daerah sendiri pula. Sebagai contoh, daerah Gorontalo yang memiliki khazanah budayah daerah sendiri dengan bahasa Gorontalonya, memiliki sedikitnya 15 jenis sastra daerah. Dari 15 ragam itu dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
ü  Sastra lisan daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara adat yang terdiri dari
a)      Tujaqi
b)      Palebohu
c)      Tinilo
d)     Mala-mala
ü  Sastra lisan daerah yang berhubungan dengan filosofis pandangan hidup yang terdiri dari
a)      Leningo
b)      Taleningo
c)      Bungga
d)     Lumadu
ü  Sastra lisan daerah yang berhubungan dengan pergaulan muda-mudi
a)      Lohidu
b)      Pantungi
c)      Pa ‘ia lo hungo lo poli
d)     Pantungi
ü  Sastra lisan daerah yang berhubungan dengan pendeskripsian
a)      Piilu
b)      Tanggomo
c)      Wungguli
Sedangakan Didipu (Sastra Daerah, 2013:37) ada empat aspek adat daerah Gorontalo (tujai), yaitu:
1.      Penyambutan
2.      Penobatan
3.      Perkawinan
4.      Pemakaman
Adat perkawinan Gorontalo merupakan sebagian dari hukum adat secara keseluruhan yang berlandaskan pedoman sebagai berikut: ADATI BERSENDIKAN SYARAK, SYARAK BERSENDIKAN KITABULLAH, dengan kata lain adat Gorontalo dibalut dengan agama bersendikan Kitabullah (Quran) atau berlandaskan Islam. Dilihat dari segi keluarga perkawinan bukan semata-mata urusan pribadi kedua mempelai, tapi adalah tanggung jawab dari keluarga.
       Masyarakat suwawa merupakan salah satu kelompok guyur tutur atau kelompok etnis yang berasal dari daerah bagian Timur Provinsi Gorontalo. Daerah dan mesyarakat suwawa merupakan tiyombu (leluhur). Dikatakan demikian, karena daerah dan masyarakatnya merupakan (1) asal mulanya nenek moyang Gorontalo, (2), Asal muasalnya terbentuk daerah Kerajaan yang ada di Gorontalo, (3) Asal muasalnya pejuang nasional, (4) Asal muasalnya berkembangnya budaya dan tata istiadat yang ada di Gorontalo. Salah satu budaya dan adat istiadat yang masih tetap eksis sampai dengan saat ini adalah penuturan  tujaqi pada prosesi adat. Dari sekian prosesi adat tersebut, prosesi adat yang dilembagakan yang lebih banyak diiringi dengan lantunan tujaqi, Proses adat yang dilembagakan meliputi penyambutan, penobatan, pemakaman, dan perkawinan. Tujaqi pada prosesi adat tersebut pada hakikatnya merepresentasikan realita peristiwa sejarah para leluhur.       
Menurut Bapak Husain (2013), Tujaqi adalah kata-kata arif pujaan dan penghormatan peradatan tersusun dalam bentuk puisi sedangkan Abdussamad (1985:141) menyebut tujaqi adalah sajak dalam bahasa Gorontalo yang berisi harapan dan nasihat. Lain dengan yang dikatakan oleh Umar (2011:4) bahwa tujaqi adalah salah satu wacana budaya masyarakat yang mereprentasikan ideologi budaya, baik melalui untaian kata-katanya, tata cara penuturannya, personil aktornya, tugas dan posisi aktornya, tindakan aktornya, serta simbol adat yang menyertainya, baik pada tahap motobalango, tahap momanato, maupun tahap moponikah. Dan  dapat disimpulkan bahwa tujai adalah kata-kata arif pujian dan penghormatan dalam bentuk puisi (sajak) dalam bahasa Gorontalo yang berisi harapan dan nasihat.
2.2   Dasar Pelaksanaan Tujaqi
Adat Gorontalo yang sama juga dengan adat daerah lain di Indonesia mempuayai landasan. Landasan itu terdapat dalam idiom “adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah”. Dengan kata lain adat Gorontalo bersendikan Kitabullah (Qur’an). Dengan jelas sini bahwa adat Gorontalo berdasarkan Agama Islam. Itulah sebabnya pada urusan perkawinan, penobatan, penyambutan, dan pemakaman islam tetap mewarnai setiap gerak maupun pengambilan keputusan.
Tujaqi biasanya dilafalkan ketika peminangan atau ketika melaksanakan urutan perkawinan pada hari nikah, penobatan, penyambutan, dan pemakaman. Tujaqi sebagai wacana adat istiadat memiliki kekuatan hukum. Itulah sebabnya tidak boleh diubah atau dihilangkan. Tujaqi sudah diwariskan oleh para leluhur secara turun temurun tidak boleh diubah atau dilanggar. Mengubah atau melanggarnya berarti malapetaka secara langsung maupun tidak langsung. Tujaqi sudah menjadi adat istidat yang secara turun temurun menjadi pelengkap serta pendukung dalam melaksanakan perkawinan pada hari nikah, penobatan, penyambutan, dan pemakaman. Disebut pelengkap dan pendukung karena adat di pengaruhi oleh keislaman sehingga kedudukannya lebih sempurna.
Peradatan didasarkan pada: (1) sistim peradatan yang telah turun-temurun sejak dari dulu sampai sekarang (2) adanya penyusunan dengan hukum-hukum ajaran agama Islam.
2.3  Waktu pelaksanaan Tujaqi
Penobatan dalam pelantikan kenegaraan dilaksanakan tidak bersamaan dengan pohutu momulanga (pelaksanaan penobatan) kecuali adat keputusan dan musyawarah dari pemangkun adat maka pulangga akan dilaksanakan walau itu tidak ada dalam adat karena ini dianggap sebagai kebijaksanaan dan juga sebagai dorongan kepada taa tombuluwa untuk bekerja keras. Pelaksanaan kedua pohutu itu tidak pada waktu yang sama, karena setelah diadakan penobatan, taa tombuluwa perlu diteliti apakah yang bersangkutan berhak diberikan pulanga atau tidak. Yang bersangkutan perlu diadakan tiliqi/ilalo (penilaian). Tiliqi/ilalo memerlukan waktu pemrosesan. Menurut pemangku adat tiliqi dilakukan selama tiga bulan. Dengan begitu apakah yang bersangkutan akan diberikan pulanga. Waktu untuk penyambutan biasanya tergantung pada tamu yang di undang atau tamu yang datang. Secara tidak langsung bahwa waktu penyambutan tidak ditentukan kapan untuk dilaksanakan. Begitu juga dengan pernikahan serta pemakaman,  waktu untuk pelaksanaannya tidak ditentukan karena kapan saja dilaksanakan. Namun, biasanya pada pelaksanaan pernikahan itu lebih banyak di bulan Sya’ban, bulan Safar, dan bulan Haji karena pada bulan tersebut baik untuk melaksanakan pernikahan.
2.4  Tempat Pelaksana Tujaqi
a)      Tempat pelaksanaan tujaqi penyambutan
1.      Tamu disambut pada saat memasuki wilayah Gorontalo. Apabila tamu melalui laut disambut di pelabuhan, apabila tamu melalui darat disambut diperbatasan, dan apabila melalui udara disambut di lapangan terbang.
2.      Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan dinobatkan disambut mulai dari rumah kediamannya
3.      Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan mengadakan perjalanan atau pemeriksaan wilayah disambut disetiap perbatasan wilayah
4.      Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan pergi ke ke tempat shalat atau ke tempat upacara hari-hari besar Islam disambut mulai dari Yilandia (istana).

b)      Tempat pelaksanaan tujaqi pernikahan
1.      Di rumah mempelai perempuan, seluruh acara pernikahan dilaksanakan dirumah mempelai perempuan dan kalau acara resepsinya di gedung.
2.      Di mesjid, ada juga yang melaksanakan pernikahannya di mesjid tetapi acara peminangannya dilaksanakan di rumah mempelai perempuan

c.       Tempat pelaksanaan tujaqi penobatan
Yang berhak memilih dan mengangkat Olongiya jogugu/wulea lo lipu dahulu ialah wakil-wakil rakyat yang tergabung dalam Bantayo yang diketuai Baate. Istilah bantayo poboqide berasal dari bandayo (gedung) dan boqidu, mobocide (berbicara). Bantayo poboqide merupakan tempat berbicara. Ada dua jenis bantayo poboqide :
a.       Bantayo poboqide loqu lipu (kerajaan) dan
b.      Bantayo poboqide lo linula (negeri)
Tugas utama dari bantayo poboqide ialah menetapkan wuqudu (adat) dan bubalata atau butoqo (hukum, aturan). Disamping bantayo poboqide sebagai tempat pelaksanaan penobatan Yiladia juga dapat dijadikan salah satu tempat dilaksanaannya penobatan. Yiladia berfungsi bukan saja sebagai tempat tinggal adat (rumah dinas) tetapi yiladiya juga memiliki fungsi sama dengan bantayo poboqidi.
d.      Tepat pelaksanaan tujaqi pemakaman
1.      Kuburan  
2.      Di rumah kediaman jenazah,
3.      Di mesjid, Jenazah biasanya di mandikan atau di shalatka di mesjid

2.5  . Pelaksana Sastra Lisan Tujaqi
Dalam penobatan yang melafalkan tujaqi berganti-ganti untuk mengucapkan tujaqi. Untuk itu dikemukakan ada 10 orang yang melafalkan tujaqi, yaitu:
1.      Wopato teeto (4 orang dari Gorontalo)
2.      Wopato teeya (4 orang dari Limboti)
3.      Wuqu lo Suwawa
4.      Baate lo Bulago
Wopato teeto dan wopato teeya masing-masing  (Gorontalo-Limboto) ialah
a.       Wulea lo lipu Hulontalo (Bilinggata)
b.      Baate
c.       Wali-wali mowali
d.      Apitalau
       Dalam penobatan yang melafalkan tujaqi adalah Wuqu (Suwawa) dan Baate (Gorontalo) namun diwilayah Gorontalo (Kotamadya Gorontalo), Bulango (Tapa), dan di Atinggola kedua panggilan itu (Baate dan Wuqu) dipergunakan sama.  Dalam pemakaman yang melafalkan tujaqi adalah Baate (Wuqu). Sedangkan yang melafalkan tujai pada prosesi penyambutan adalah Baate (Tunggulo dan Tuntungio), Kimalaha (Dunito), kimalaha (Botu). Dalam pernikahan yang melafalkan tujaqi yaitu:
a.       Baate : Tujaqi dalam bentuk tanya jawab antara baate penuntun pengantin putera dengan baate pemutun pengantin puteri pada saat pengantin putrea memasuki kamar pengantin puteri.
b.      Utoliya : Utoliya poniqo membawa amanah dari orang tua dan keluarga pihak calon mempelai laki-laki sedangkan utiliya wolato berkedudukan sebagai wakil orang tua dan keluarga pihak calon mempelai perempuan untuk mendengar, menelaah, dan memutuskan diterima tidaknya amanah yang dibawah oleh utoliya poniqo.

2.6.    Prosesi Pelaksanaan Tujaqi
       Tujaqi dikatakan sebagai wacana lirik karena selain disampaikan dalam kalimat pendek (frasa atau klausa), juga dapat diceritakan dan dilagukan dengan iringan musik dan mengutamakan aspek-aspek emosi, suasana hati, dan imajinasi.
1). Prosesi tujaqi dalam  pernikahan
a)      Urutan dalam tujaqi pada tahap motolobalago, yaitu
1.      Menyapa uadiens
2.      Menghormati pimpinan
3.      Memaklumkan
4.      Memohon maaf
5.      Meminta izin untu memulai pembicaraan
6.      Mengagungkan Allah SWT
7.      Menghaturkan salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
8.      Mengecek kehadiran audiens
9.      Memperjelas juru bicara dari pihak perempuan
10.  Menyerahkan dan menerima simbol adat

b)      Urutan prosesi perkawinan
1.      Mongilalo
2.      Mohabari
3.      Tahap momatata u piloqotaawa
4.      Acara Motobalango
5.      Tahap mongaqata dalalo
6.      Tahap molenilo
7.      Tahap momuqo ngango
8.      Persiapan pengantin perempuan
9.      Tahap modepitaa maharu
10.  Tahap modepita dilonggato
11.  Kegiatan membangun sabua/bangunan tambahan
12.  Kegiatan mengundang
13.  Kegiatan mempertunangkan

c)      Tahapan dalam prosesi penggunaan tujai atau lenggota lo tujai
1.      Mopolengge (mempersilahkan bersidiri)
2.      Mopodiyambango (mempersilahkan berjalan)
3.      Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari kamar)
4.      Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari ruangan)
5.      Moponthalengo (mempersilahkan melangkah)             
6.      Mopolahu (mempersilahkan turun dari tangga adat)
7.      Moponthalengo (mempersilahkan berjalan lanjutan)
8.      Mopota’e to’u ta’eya (mempersilahkan naik dari kendaraan)
9.      Mopolahu to’u ta’eya (mempersilahkan turun dari kendaraan)
10.  Mopotupalo (mempersilahkan masuk pada gapura)
11.  Mopobotulo (mempersilahkan naik)
12.  Mopotuwoto (mempersilahkan masuk)
13.  Mopohulo’o (mempersilahkan duduk)

2) prosesi tujaqi dalam penyambutan
       Aspek adat penyambutan merupakan salah satu peradatan yang terdapat dalam budaya masyarakat Gorontalo. Secara umum hakikat upacara penyambutan secara dat adalah salah satu aspek dari implementasi kemanusiaan yang beradab.
1)      Penyambutan tamu dari dari luar, yaitu:
a.       Mopotupalo
b.      Mopobotulo
c.       Mopohuloqo
d.      Mopeelu
e.       Moduqa
f.       Mongabi
2)      Penyambutan Olongia, Huhuhu, dan Wulea lo Lipu yang akan dinobatkan penyambutannya, yaitu:
a.       Mopotupalo
b.      Mopodiambango
c.       Mopobotulo
d.      Mopotuwoto
e.       Mopohuloqo
f.       Mopotilolo
g.      Mopeelu
h.      Moduqa dan mengabi, untuk acara moduqa digabung dengan mengabi, sebab acara itu dikhususukan bagi yang beragama Islam

3)      Prosesi pelaksanaan tujai pada penobatan
a.       Aadati polidungu
b.      Aadti loqu lipu (dudelo dan tilolo)
c.       Aadati yiqulumo
d.      Mopotihulo (pada Mopotihulo Baate membacakan tujaqi )
e.       Mopotuwalo (Baate membacakan tujaqi)
f.       Mopodiambango (Baate membacakan tujaqi)
g.      Mopohuloqo (Baate membacakan tujaqi)
h.      Momulanga (Baate membacakan tujaqi)
i.        Molahuli (pesan/mengingatkan)
j.        Mongunti (penutup)
k.      Modunga (berdoa)
l.        Mongabi (Baate membacakan tujaqi)

4)      Prosesi pelaksanaan tujai pada pemakaman
a.       Pada saat memandikan jenazah, yaitu petugas masuk ke kamar jenazah di hantar
b.      Pasa saat berada di kamar jenazah
c.       Acara penyiraman jenazah dengan air tapis dari tujuh buah perian (bambu kuning)
d.      Siraman 3 macam air berwarna
e.       Pada saat jenazah diangkat dari permandian ke usungan
f.       Dari serambi ke tangga
g.      Ketika menuruni tangga
h.      Dari halaman keusungan
i.        Acara molalungo (mengangkat jenazah)
j.        Acara jenazah dikeluarkan dari usungan menuju liang lahat
k.      Acara menyiramkan air dari toples ke atas kuburan
l.        Acara pengucapan gara’I (gelar adat)
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut
ü  Tujai adalah kata-kata arif pujian dan penghormatan dalam bentuk puisi (sajak) dalam bahasa Gorontalo yang berisi harapan dan nasihat.
ü  Dasar pelaksanaan tujaqi ialah Tujaqi sudah diwariskan oleh para leluhur secara turun temurun tidak boleh diubah atau dilanggar. Mengubah atau melanggarnya berarti malapetaka secara langsung maupun tidak langsung. Tujaqi sudah menjadi adat istidat yang secara turun temurun menjadi pelengkap serta pendukung dalam melaksanakan perkawinan pada hari nikah, penobatan, penyambutan, dan pemakaman. Disebut pelengkap dan pendukung karena adat di pengaruhi oleh keislaman sehingga kedudukannya lebih sempurna.
ü  Penobatan dalam pelantikan kenegaraan dilaksanakan tidak bersamaan dengan pohutu momulanga (pelaksanaan penobatan) kecuali adat keputusan dan musyawarah dari pemangkun adat maka pulangga akan dilaksanakan walau itu tidak ada dalam adat karena ini dianggap sebagai kebijaksanaan dan juga sebagai dorongan kepada taa tombuluwa untuk bekerja keras. Penobatan Tiliqi/ilalo memerlukan waktu pemrosesan. Menurut pemangku adat tiliqi dilakukan selama tiga bulan. Dengan begitu apakah yang bersangkutan akan diberikan pulanga. Secara tidak langsung bahwa waktu penyambutan tidak ditentukan kapan untuk dilaksanakan. Begitu juga dengan pernikahan serta pemakaman,  waktu untuk pelaksanaannya tidak ditentukan karena kapan saja dilaksanakan. Namun, biasanya pada pelaksanaan pernikahan itu lebih banyak di bulan Sya’ban, bulan Safar, dan bulan Haji karena pada bulan tersebut baik untuk melaksanakan pernikahan.
ü  Tempat tujaqi penyambutan tamu disambut pada saat
a.       memasuki wilayah Gorontalo. Apabila tamu melalui laut disambut di pelabuhan, apabila tamu melalui darat disambut diperbatasan, dan apabila melalui udara disambut di lapangan terbang.
b.      Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan dinobatkan disambut mulai dari rumah kediamannya
c.       Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan mengadakan perjalanan atau pemeriksaan wilayah disambut disetiap perbatasan wilayah
d.      Olongia, Huhuhu, Wulea lo lipu yang akan pergi ke ke tempat shalat atau ke tempat upacara hari-hari besar Islam disambut mulai dari Yilandia (istana).
ü  Dan tempat tujaqi pernikahan di rumah dan di mesjid, tempat tujaqi penobatan di istana dan kerajaan sedangkan tempat tujaqi pemakaman di rumah kediaman jenazah, mesjid, dan di perkuburan.
ü  Yag melafalkan tujaqi pada penobatan, penyambutan, pernikahan dan pemakaman adalah Baate dan Utoliya
ü  Tahapan dalam prosesi penggunaan tujai atau lenggota lo tujai
a.       Mopolengge (mempersilahkan bersidiri)
b.      Mopodiyambango (mempersilahkan berjalan)
c.       Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari kamar)
d.      Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari ruangan)
e.       Moponthalengo (mempersilahkan melangkah)             
f.       Mopolahu (mempersilahkan turun dari tangga adat)
g.      Moponthalengo (mempersilahkan berjalan lanjutan)
h.      Mopota’e to’u ta’eya (mempersilahkan naik dari kendaraan)
i.        Mopolahu to’u ta’eya (mempersilahkan turun dari kendaraan)
j.        Mopotupalo (mempersilahkan masuk pada gapura)
k.      Mopobotulo (mempersilahkan naik)
l.        Mopotuwoto (mempersilahkan masuk)
m.    Mopohulo’o (mempersilahkan duduk)
ü  Prosesi pelaksanaan tujaqi pada penobatan
a.       Aadati polidungu
b.      Aadti loqu lipu (dudelo dan tilolo)
c.       Aadati yiqulumo
d.      Mopotihulo (pada Mopotihulo Baate membacakan tujaqi )
e.       Mopotuwalo (Baate membacakan tujaqi)
f.       Mopodiambango (Baate membacakan tujaqi)
g.      Mopohuloqo (Baate membacakan tujaqi)
h.      Momulanga (Baate membacakan tujaqi)
i.        Molahuli (pesan/mengingatkan)
j.        Mongunti (penutup)
k.      Modunga (berdoa)
l.        Mongabi (Baate membacakan tujaqi)
ü  Prosesi pelaksanaan tujai pada pemakaman
a.       Pada saat memandikan jenazah, yaitu petugas masuk ke kamar jenazah di hantar
b.      Pasa saat berada di kamar jenazah
c.       Acara penyiraman jenazah dengan air tapis dari tujuh buah perian (bambu kuning)
d.      Siraman 3 macam air berwarna
e.       Pada saat jenazah diangkat dari permandian ke usungan
f.       Dari serambi ke tangga
g.      Ketika menuruni tangga
h.      Dari halaman keusungan
i.        Acara molalungo (mengangkat jenazah)
j.        Acara jenazah dikeluarkan dari usungan menuju liang lahat
k.      Acara menyiramkan air dari toples ke atas kuburan
l.        Acara pengucapan gara’I (gelar adat)
ü  Prosesi penyambutan Olongia, Huhuhu, dan Wulea lo Lipu yang akan dinobatkan penyambutannya, yaitu:
a.       Mopotupalo
b.      Mopodiambango
c.       Mopobotulo
d.      Mopotuwoto
e.       Mopohuloqo
f.       Mopotilolo
g.      Mopeelu
ü  Moduqa dan mengabi,
3.2 Saran                                                                                               
Berdasarkan uraian simpulan di atas penulis dapat menyarankan bahwa,
Ø  Kepada pihak pemerintah diharapkan perlu ada pengumpulan dan pendokumentasian, baik dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk rekaman dan model/contoh semua aspek budaya daerah Gorontalo yang dapat disimpan pada suatu perpustakan atau musium daerah.
Ø  Sebagai anggota masyarakat  hendaknya dapat menjaga serta melesterikan sastra lisan agar tidak akan punah.
Ø  Sekolah hendaknya memberikan mata pelajaran sastra daerah sehingga para siswa lebih mengetahui tentang budaya daerah Gorontalo
Ø  Bagi seorang dosen di dalam Perguruan Tinggi keragaman sastra lisan ini dapat mejadi objek kajian dalam suatu penelitian yang nantinya akan menemukan  teori yang dapat digunakam dalam pembelajaran serta memberikan pengetahuannya kepada Mahasiswa
Ø  Mahasiswa merupakan masyarakat ilmiah hendaknya harus mampu meneliti, menelaah serta memahami sastra lisan Gorontalo.









DAFTAR PUSTAKA

Abdussamad, K. 1985. Empat Aspek Adat Daerah Gorontalo.
Jakarta: P.T. Aksara Indira Harapan
Didipu, Herman. 2013. Sastra Daerah (Konsep Dasar dan Ancangan Penelitian).
Yogyakarta: Deepublish
Jakul, Bokin Ismail. .Laporan Hasil Penelitian (Beberapa Aspek Adat Gorontalo).
Gorontalo: Keguruan Dan Ilmu
Husain, Yamin. 2007. Makalah (Mengangkat Nilai Budaya Daerah Dalam Sastra Lisan Gorontalo).
Gorontalo: Dinas Pariwisata Seni Dan Budaya
Daulima, Farha. 2006. Mengenal Sastra Lisan Daerah Gorontalo (1).
              Limboto: Galeri Budaya Daerah MBU’I BUNGALE
Umar, Fatma AR. 2011. Ideologi tujaqi.
            Gorontalo: Ideas Publishing







DAFTAR   INFORMAN


No
Nama Informan
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Formal
Kedudukan Dalam  masyarakat/adat/agama
1.
Yamin Husain,SE
Laki-laki
65 th
Strata-1
Pensiunan
Ketua Dewan Adat Tapa Bulango
2.
Nasir Rahman
Laki-laki
43 Th
SD
Nelayan
Wuqu/Kades
3.
Hasdin Danial (pa kuni)
Laki-laki
50 th
SMA
PNS
Pemerhati Sastra
4.
Mais G. Hasan
Laki-laki

61 Th

SMP
Pensiunan kades
Wuqu
5.
Sumukarsum Balango
Laki-laki
56 Th
SD
RT
Masyarakat
6.
Nurdin Hasan
Laki-laki
61 Th
SMP
Nelayan
Utoliya
7.
Noho Nusi Talodia
Laki-laki



Utoliya





LAMPIRAN
Naskah Tujaqi Pernikahan
Contoh Tujai lo lenggota/ puisi dalam tahapan pernikahan
Ø  Mopolengge (mempersilahkan berdiri)
Wombu hulawa tuluwa tuluto             : cucunda emas nan murni
Bulewe mombuto                                : kembang sudah mekar
Ami mongotiyombu tuluto                   : kami para pemangku adat
Momudu’o momuluto                          : menjemput dan mempersilahkan
Wonu towuli mohuto                          : apabila berkenan
Ayitayi to eluto                                    : pegenglah pedangmu
Ø  Mopodiyambango (mempersilahkan berjalan)
Dahayi umayango                              : hati-hati jangan lengah
Ode botu to payango                           : laksana batu dalam peraduannya
Momulo lo bayango                            : tanamkanlah yang bermanfaat
Molayowa modiyambango                 : silahkan melangkah dengan santai
Ø  Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari kamar)
Lengge polayi’opo                              : bergerak dan berjalanlah
Lengge poluwalopo                            : bergeraklah untuk keluar
Donggo motidu’oto                            : dengan penuh kemantapan
Lumuntu momolopoto                        : dengan penuh kelembutan
To dungo humopoto                           : dengan segalah keindahan hati
Ø  Mopoluwalo (mempersilahkan keluar dari ruangan)
Wombu luwalo lomayi                        : cucunda keluarlah
Luwalayi todutulah                             : keluarlah melalui jalur ini
Mbu’I wawu huhuntula                      : putra dan pengiringmu
Panggeta lalante bula                          : tirai telah terungkap
Wali limato lo dula                              : turunan bangasawan nan agung
Wombu li tolango hula                        : cucunda dari tolango hula
Hulawa de tilihula                               : bagaikan pancaran emas
Ø  Moponthalengo (mempersilahkan melangkah)
Wombu pulu to hunggiya                   : cucunda putera negeri
Malo to dula botiya                             : pada hari ini
Tombuluwo taa didiya                        : diacarakan dan disanjung
Wahu maa pilopohuliya                      : dan akan diupacarakan
Lo adati lo hunggiya                           : dengan adat negeri
Lo uwito lo utiya                                : dengan kebesaran di sana sini
Ø  Mopolahu (mempersilahkan turun dari tangga adat)
Wombu luwalo lomayi                        : cucunda keluarlah
Wombu polengge lomayi                    : cucunda bangkitlah
Wahu luwalo lomayi                           : dan silahkan keluarlah
Luwalayi lonto yiladiya                      : keluarlah dari istana
Wahu maa popohuliya                        : dan akan diupacarakan
Lo adati lo hunggiya                           : dengan adat kebesaran negeri
To uyito utiya                                      : berkaku disana dan disini
To’u limo lo hunggiya             : dilima kerajaan ini
Ø  Moponthalengo (mempersilahkan berjalan lanjutan)
Ami tiyombu tiyamo                           : kami para pemangku adat
Yilahe’ayi tiliyango                             : diundang menghadiri
Lo hilawo molango                             : dengan hati yang tulus
Wolo akali mobango                           : dengan akal yang sehat
Pilanggalo yilalamo                             : menyatu dan terpadu
Lo adati timamango                            : dengan kebesaran adat
Wu’udiyo motilango                           : dengan tata cara adat yang gemilang
Molayowa modiyambango                 : silahkan melangkah dengan tenang
Ø  Mopota’e to’u ta’eya (mempersilahkan naik dari kendaraan)
Wombu payu bulayi                            : cucunda nan diupacarakan
Wahu polengge lomayi                       : silahkan beranjak
Polengge lomayi odiya                        : beranjaklah kemari
Tu’udu bantha mulia                           : untuk cucunda nan mulia
Ø  Mopolahu to’u ta’eya (mempersilahkan turun dari kendaraan)
Pange wahu pange                              : kosongkanlah dan kosongkanlah
Pang u oduta’a                                    : kosongkanlah tempat berpijak
Pange u oyihula                                   : kosongkanlah tempat turun
Dongo polo yumbula                          : lagi akan lewati
Mbu’I hulawa linggula                        : oleh pengantin mulia
Ø  Mopotupalo (mempersilahkan masuk pada gapura)
Wombu tupalo lomayi                         : cucunda dipersilahkan masuk
Tupalayi to dutula                               : masuklah lewat jalan ini 
Taluhu wawu buluwa                          : laksana air dalam pipa
Malo yiliyatuwa                                  : menyatu dalam terpadu
Lotutayi to popalo                              : tanpa risau dan ragu
Dilohe hinthalo                                   : tanpa rasa takut
Ode time ipitalo                                  : laksana bawaan yang dijinjing
Ode tomula popalo                                         : laksana bambu yang dipecahkan
Ode pini bubo’alo                               : laksana kapas yang bersih
Ode hulawa putalo                                          : laksana emas yang murni
Ø  Mopobotulo (mempersilahkan naik)
Bantha payu bulayi                             : ananda bangsawan murni
Wahu polengge lo mayi                      : silahkan beranjak kemari
Wahu layi’o mayi                                : silahkan naik kemari
Layi’ayi de yiladiya                            : naiklah ke istana
Pu’ade ma sadiya                                : singgasana tersedia
Tu’adu bantha muliya                         : wajar buat nanda mulia
Bubato ma hihadiriya                          : pejabat telah hadir semua
Ø  Mopotuwoto (mempersilahkan masuk)
Mbu’I payu bulayi                              : cucunda bangsawanmu
Onthade-nthade pomayi                     : perhatikanlah kemari
Onthade potuwotayi                           : masuklah dengan hati-hati
Tuwotayi odiya                                   : masuklah kemari
Ode huwali lo humbuja                       : ke kamar pengantin
Mamohima mosadiya                          : akan menanti dan sedia
Lomela tahulu tabiya                          : pembatalan air wudhu
Ø  Mopohulo’o (mempersilahkan duduk)
Pati hulawa asala                                 : putera mulia bangsawan
Didi lo hulu aradha                             : datangnya dari pusat negeri
Tombuluwo lo madala                        : dimuliakan di negeri adat
Taa pobadari to Allah                         : selaku pertanda kekuasaan Allah
Pati hulawa lo hulu                             : putera bangsawan turun temurun
Didi lo’u lontho hulu                          : datangnya dari negeri hulu
U lipu u motombulu                            : pemangkau adat yang melaksanakan
Po badari to rasuluh                            : pertanda syarat Rasul
U lipu lo ngatulu                                 : negeri adat yang mengatur
Yilo du’a lo syukuru                           :  berdoa dan bersyukur
Olayidu umuru                                    : semoga panjang umur
Lumene’u tumunthulu                                    : hidup sehat dan sejahtera
Toduwolo motihulo’a to katulu          : disilahkan duduk pada  kasur yang tersedia
Naskah Tujaqi Pemakaman
            Pada saat memandikan jenazah yaitu petugas masuk ke kamar jenazah dihantar dengan tuja’i sebagai berikut:
            Monggumo 3x                         : tenang 3x
            Baangi wawu bangi                : bukalah-dan bukalah
            Baangi wawu hiyangi             : bukalah dan minggirlah
            Baangi ma’o dalalo                 : bukalah jalan
Maa mota pomuhutalo            : untuk acara memandikan (jenazah)
Acara di dalam kamar jenazah:
Eyanggu 3x                             : tuanku 3x
Maa yilo dudula mayi             : rombongan adat telah tiba
Maa yilo dulohupa mayi         : telah selesai bermusyawarah
Mongo wutatonho eeya          : saudara-saudara tuanku
Mongo tilantho eeya               : para Ayahanda tuanku
Wolamiyatiya mongo ti
Yombunthu eya                      : bersama kami nenenda tuanku
Teeto-teeya, teeya-teeto          : di sana-sini, di sini-di sana
Maa molutula molalunga         : datang mengantar dan memakamkan tuanku
Lo itoeeya depitala wu’udu    : tuanku dimakamkan secara adat
Acara penyiraman jenazah dengan air tapis dari tujuh buah perian (bambu kuning) dengan tuja’i sebagai berikut:
·         Siraman pertama dari perian pertama oleh baate:
Botiya taluhu wombuntho                        : inilah air Nenenda
Taluhu dipo lobuntho                    : air yang belum ternoda (adat yang masih berlaku)
Tiya ma pomuhuto                        :sekarang akan disiramkan
Taluhu lontho makah                    : air dari mekah (tanh suci)
Matilime to data                            : ditimba di negeri
Botiya ma upomata                       : sekarang akan disiram
Bilohi tau data                              : saksikan wahai hadirin
Eeyanggu                                      : paduka tuanku
·         Siraman perian kedua:
Taa pulu lo hunggiya                     : paduka tuanku pimpinan negeri
To’u wito to’u tiya                        : di sana dan di sini
Lo’u limo lo hunggiya                   : di lima kerajaan ini
Mato lo dula botiya                       : di negeri matahari ini
Longuli lo awali                            : kembali pada awalnya
Eeyanggu                                      : paduka tuanku
·         Siraman ketiga:
Bo du’awo to Allah                      : Hanya doa kepada Allah
Wolo nabi mursala                        : dengan nabi bersyafaat
Baangi liya ma’o to dala               : diberikan jalan yang terang
Ode otutuwewu lo Allah              : kepada Allah yang satu (Esa)
Insya Allah Eyanggu                    : insya Allah tuanku (tuja’i berupa permohonan/harapan).
Siraman perian keempat s/d ke tujuh diserahkan kepada ahli waris dengan doa tersendiri. Yang bermakna permohonan doa kepada Allah oleh pegawai syarak agar jenazah yang sementara dimandikan akan memperoleh magfirah Allah.
Dilanjutkan dengan siraman tiga macam air (air berwarna coklat) merah darah bermakna menghapus amarah, warna kuning bermakna menghapus kotoran yang bersumber dari kalbu,dan warna putih bermakna pensucian dosa dan kesalahan dudahului serta mengandung wangi-wagian untuk mengharumkan mayat dengan tujaqi sebagai berikut:
Taabiya boli taabiya                : kesayangan dan disayang
Molayi’ayi to yiladiya             : pembesar disinggasana
Piduduto banhta ilohidiya      : orang yang sangat berjasa
Aadati banhta ilohidiya          : adat ananda tersayang
Ode ta piloniya                       : kembali ke dalam baja
·         Acara jenazah diangkat dari pemandian ke usungan didahului dengan tujaqi sebagai berikut:
Wombu maa yilolola data       : yang mulia telah meninggalkan negeri
Wawu tawu daata                   : dan seluruh masyarakat
Poolayi’olo mayi                     : silahkan menuju kemari
Ode huwa muliya                    : ke tempat yang mulia
Ode eeya muliya                     : ke Allah yang mulia
Ode eeya muliya                     : ke Allah yang mulia
·         Dari serambi menuju ketangga adat, dihantarkan dengan tuja’i sebagai berikut:
Wombu mayi lola                    : yang mulia telah pergi
Wahu potihadiriya                  : dan kita yang hadir di sini
Hilawo malo sadiya                : hati kami telah siap (ikhlas)
Ode eeya muliya                     : kepada Allah yang mulia
Eeyanggu                                : paduka tuanku
·         Ketika menuruni tangga, dihantar dengan tuja’i sebagai berikut:
Mohile du’a to Allah               : bermohon kepada Allah
Baangaliyo ma’o to dala         : dibukakan jalan
Malo mo’opiyo masala            : tiada lagi masalah
To lipu lo Allah                       : di negeri Allah
Eeyanggu                                : paduka tjuanku
·         Dari halaman keusungan dihantar dengan tujaqi sebagai berikut:
Wombu mayilo lola                 : yang mulia telah pergi
Bisimilah huwata                    : denngan nama Allah angkatlah
Bilohi tawu daata                    : disaksikan orang banyak

·         Acara molalungo (mengangkat jenazah), dihantarkan dengan tujaqi sebagai berikut:
Timuhu bulotahulo                  : ditandai dengan bunyi-bunyian
Taapulu molonthahulo            : almarhum akan diusung
Pohima lo wu’udu lo               : diupacarakan denngan adat
Tonelo wu’udulo                     : adat kebesaran negeri
Awati pilohuwata lo               : kasihan kerabat yang ditinggalkan
Eeyanggu                                : paduka tuanku
·         Acara jenazah dikeluarkan dari usungan menuju liang lahat dihantar dengan tuja’i sebagai berikut:
Adati bodulohupa                   : dalam adat bermusyawarah
Tinggai pilohibuta                   : sama-sama berkabung
Bolo modudula                       : kita sama-sama berkumpul
Tinggai matolodula                 : sama-sama di negeri matahari
Wafat Mate ngongowulula     : wafat orang sebantal kekasih kita semua
Eeyanggu                                : paduka tuanku
·         Acara menyiramkan air dari toples ke atas kuburan oleh habibi atau syarada’a dihantar dengan tuja’i sebagai berikut:
Utiya takuhu, taluhi
yombuntho                              : inilah air nenek moyang kita
taluhu butu li yombunhto        : bersumber dari kakek nenek kita
deetiya ma pomuhuto             : sekarang akan disiramkan
salawati de Rasulu                  : salawat kepada Rasul
ode Rabbur Gafar                   : kepada Allah maha pengampun
to tinelo kuburu                       : agar terang dalam kubur
tatapu uto nuru                        : tetap dalam cahaya Ilahi
eeyanggu                                 : paduka tuanku
·         Acara pengucapan gara’i (gelar adat) sesuai kegiatannya yang berguna bagi orang banyak sebagai berikut:
Poti dungo-dungohe mota      : dengarkanlah hai orang banyak
Taa daata (3x)                         : hai orang banyak
Maa iloheluma’o limongoli     : telah disepakati pembesar negeri
Teeto teeya, teeya teeto          : di sana di sini, di sini di sana
Tiyo Eeya ta longguli ma’o     : paduka tuan telah almarhum
Gara’i liyo Eeya botiya           : gelarnya almarhum ini.
Ta..................................3x (sesuai gelar yang disepakati pada musyawarah adat)
Eeyanggu                                : paduka tuanku
Pemberian gelar pada jenazah maksudnya bahwa jenazah tersebut telah meninggal dan beri gelar Almarhum.












DOKUMENTASI
Bpk. Nasir Rahman (desa Bongo)
Bpk.Yamin Husain,SE (Tapa)

 
Bpk. Hasan danial (Kota Gorontalo)
Bpk. Nurdin hasan (Dembe Lekobalo)
















DAFTAR PERTAYAAN
1)      Desa Keramat  Kecamatan Tapa Kabupaten Bonebolango (Sanggar Seni Bulango)
1.      Apa pengertian dari Tujaqi ?
2.      Dimana  Tujaqi di gunakan ?
3.      Siapa yang membacakan Tujaqi ?
4.      Mengapa dalam penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman harus ada Tujaqi ?
5.      Bagaimana perkembangan tujaqi di kalangan masyarakat ?

2)      Desa bongo  Kecamatan Batuda’a Kabupatan
1.      Apa pengertian dari tujaqi ?
2.      Mengapa tujaqi tidak di hilangkan saja ?
3.      Mengapa setiap upacara penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman harus diiringi dengan tujaqi  ?
4.      Apakah diwajibkan setiap acara penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman harus diiringi dengan tujaqi ?
5.      Setiap acara penobatan, pernikahan, penyambutan, serta pemakaman yang diiringi dengan tujaqi. Apakah memiliki makna/pesan yang berbeda-beda ?


                                                                  
                                                     





Tidak ada komentar:

Posting Komentar